Tangkal Paham Radikalisme dan Separatisme, Prodi IP Bekali Mahasiswa Baru dengan Internalisasi Kebangsaan.

Rabu, 12 September 2018 21:10 WIB   Program Studi Ilmu Pemerintahan

Tangkal Paham Radikalisme dan Separatisme, Prodi IP Bekali Mahasiswa Baru dengan Internalisasi Kebangsaan.

Rabu (12/9) bertempat di Aula GKB 3 Lantai 6, Prodi Ilmu Pemerintahan bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Pemerintahan (HIMAP) menggelar Kuliah Perdana bertajuk “ Internalisasi Pemahanan Kebangsaaan di Era Millenial Menuju Bangsa yang Berkemajuan”. Kuliah Perdana ini menghadirkan Dosen Senior IP sebagai pembicara yaitu, Heru Mulyono, S.IP, MT, dan Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si, yang dimoderatori oleh Listiana Asworo, S.IP, MA. Kegiatan ini juga diikuti oleh 300 mahasiswa baru Prodi Ilmu Pemerintahan.

Mengawali rangkaian kegiatan, Kaprodi Ilmu Pemerintahan, Salahudin, S.IP, M.Si, M.PA, memberikan sambutan sekaligus membuka Kuliah Perdana ini. Di dalam kata sambutannya, beliau menyampaikan jika mahasiswa sekarang ini sedang menghadapai persoalan bangsa yang begitu kompleks. Mulai dari aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, serta keamanan. Untuk itu beliau berpesan agar mahasiswa baru hendaknya memiliki empati dan berpikir solutif atas permasalahan bangsa dan negara.

            Berangkat dari refleksi atas persoalan bangsa dan negara, khususnya ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari paham-paham radikalisme, separatisme, dan fundamentalisme, Kuliah Perdana ini bertujuan untuk menanamkan kembali rasa cinta terhadap Tanah Air melalui internalisasi kebangsaan ke dalam diri mahasiswa. Jika Negara-Negara maju sudah membicarakan tentang artificial intelligence, penghitungan tangkapan karbon, rekayasa genetic, Indonesia masih harus menguatkan pondasinya dari serangan gerakan-gerakan ekstrimis yang hendak memecah-belah Indonesia. Apalagi, di era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan penggunaan teknologi yang kian massif, ancaman dan tantangan terhadap keutuhan NKRI menjadi semakin berat. Teknologi sebagai ciri era modern, justru dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk menyebar ujaran kebencian, menyebar aliran-aliran radikalisme dan separatisme. Sementara, pengguna teknologi tersebut paling banyak diwakili oleh kalangan muda. Sehingga, paham-paham ekstrim ini sejatinya secara langsung menyasar kalangan muda. Untuk menangkal gerakan radikal dan separatis tersebut, yang perlu dilakukan adalah reaktualisasi peran. Jika dahulu, internalisasi wawasan kebangsaan dilakukan dengan cara indoktinasi-sosialisasi, kini harus disesuaikan dengan perubahan jaman menjadi demokratis-emansipatoris. Maknanya, wawasan kebangsaan tidak hanya diberikan melalui sosialisasi tetapi juga harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Heru Mulyono menegaskan bahwa kaum muda harus peka atau sensitive terhadap persoalan dan ancaman bangsa, baik ancaman yang berasal dari eksternal maupun internal, ancaman bersifat militeristik maupun non-militeristik. Untuk menanggulangi bahaya tersebut, Heru Mulyono berpesan kepada mahasiswa untuk selektif dalam memilih organisasi yang akan diikuti. Heru Mulyono juga menyampaikan bahwa kaum muda harus memiliki jiwa semangat, gotong royong dan sikap toleransi yang tinggi. Senada dengan Heru, Tri Sulistyaningsih juga berpendapat bahwa generasi millennial harus melek politik, tidak boleh apatis, peka terhadap permasalahan bangsa, serta menghindari ujaran-ujaran palsu dan provokatif. Sebagai mahasiswa Muhammadiya, sudah seyogyanya mahasiswa baru Ilmu Pemerintahan juga mengamalkan nilai-nilai atau ajaran muhammadiyah dalam kehidupan sehari-hari agar karakter dan kepribadian bangsa tidak luntur tergerus arus modernisasi dan globalisasi.***

Shared: