Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si. |
Pada salam Prodipnews ini sengaja diberi judul “Membangun Kesalehan Intelektual dan Menjadi Intelektual Produktif”. Pada judul ini ada dua kata yang berbeda namun memiliki makna yang sama dan saling mendukung dalam memposisikan aktor sebagai ilmuwan dan pemikir. Kesalehan Intelektual bermakna bagaimana individu membangun keilmuan, gagasan, dan ide yang mengedepankan kaidah-kaidah ilmiah, rasional, objektif, dan yang terpenting adalah harus berdasarkan ajaran-ajaran moral (agama). Umat muslim, disamping membangun kesalehan individu dan kesalehan sosial, wajib membangun kesalehan intelektual. Peran kesalehan intelektual sangat penting dalam membangun peradaban, karena sebagai katalisator pengembangan keilmuan yang berkemajuan adaptif, kontekstual, dan tetap memperhatikan makna tekstual. Karena itu, tanpa kesalehan intelektual, peradaban umat akan mengalami stagnasi atau malah kemunduran. Pertanyaannya, bagaimana membangun kesalehan intelektual? Membangun kesalehan intelektual dapat dilakukan melalui potensi pikiran yang dimiliki. Potensi pikiran dapat digunakan untuk membaca, menganalisis, mengkaji, meneliti, dan mendiskusikan hal-hal yang berguna bagi pengembangan keilmuan untuk kemajuan umat. Potensi pikiran tersebut tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan Al-Hadis. Ilmu yang dikembangkan melalui potensi pikiran tersebut harus dieksekusikan pada tindakan nyata untuk perubahan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, berkemajuan, dan bebas dari kemiskinan dan kriminalitas. Intelektual yang mampu melakukan eksekusi ilmu seperti tersebut, oleh Antonio Gramsci disebut sebagai intelektual produktif.
Antonio Gramsci, pemikir politik dan aktivis politik Italia, adalah orang pertama yang menggunakan istilah Intelektual Produktif. Intelektual Produktif didefinisikan sebagai ilmuwan yang mampu merealisasikan ilmu yang dimiliki pada tindakan nyata. Intelektual Produktif tidak menjadikan ilmu hanya konsumsi pribadi yang disimpan pada kolom meja, almari, atau pada file-file komputer. Sebaliknya, Intelektual Produktif menjadikan Ilmu sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial, politik, ekonomi, dan budaya menjadi lebih baik, yaitu yang mencerminkan keadilan dan pemerataan sehingga mewujudkan kesejahteraan pada semua lapisan masyarakat. Menurut Gramsci ciri-ciri intelektual produktif adalah memiliki kepekaan sosial yang tinggi, berwawasan luas, aktif dalam pengambilan kebijakan publik, dan aktif dalam berbagai organisasi.
Mahasiswa dituntut untuk menjadi intelektual produktif. Mahasiswa harus mengambil peran untuk melakukan perubahan sosial. Karena itu, tugas mahasiswa tidak hanya belajar dan duduk diam di dalam kelas dan tidak hanya mengerjakan tugas dari dosen. Mahasiswa harus mandiri dalam mengembangkan wawasan keilmuan dengan berbagai cara termasuk rajin membaca buku, berorganisasi, dan aktif dalam pertemuan ilmiah. Isu-isu publik harus disikapi dengan cepat, kritis, rasional, dan profesional. Semoga mahasiswa baru Ilmu Pemerintahan mampu membangun kesalehan intelektual dan menjadi intelektual produktif.