PERS IP Gelar Diskusi Polemik Revisi UU KPK

Selasa, 01 Oktober 2019 10:03 WIB   Program Studi Ilmu Pemerintahan

PERS IP Gelar Diskusi Polemik Revisi UU KPK

Pemberantasan Korupsi saat ini dalam masa yang suram. Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disahkan pada rapat paripurna 19 September 2019 lalu  memberikan ruang bagi pelemahan KPK secara sistematis dan konstitusional. Bagi gerakan masyarakat sipil, revisi UU KPK sangat melemahkan KPK sebagai institusi paling dipercaya dalam pemberantasan korupsi. Ini adalah lonceng kemunduran bagi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

Fakta itulah yang berusaha dibedah lebih mendalam dalam diskusi rutin Pecinta Riset dan Menulis (Pers) IP UMM, Jum’at (28/09/2019). Diskusi yang mengambil tema ’’Polemik Revisi UU KPK’’ difasilitasi oleh Ach. Apriyanto Romadhan, S.IP.,M.Si - Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan. Diskusi akademik ini berusaha memotret dimensi politik dibalik pengesahan Revisi UU KPK. Apriyanto Romadhan menyorot semakin banyaknya kewenangan–kewenangan khusus yang diamputasi melalui Revisi UU KPK. Sebagai contoh ijin penyadapan melalui dewan pengawas rentan dengan kebocoran informasi. Belum lagi adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan Kasus (SP3) yang akan membuat kasus-kasus korupsi besar yang notabene pembuktianya butuh waktu panjang dan proses politik tingkat tinggi berpotensi dihentikan.

Bagi Apriyanto Romadhan yang fokus mengkaji dinamika politik nasional dan lokal, Revisi UU KPK merupakan keberhasilan perlawanan balik dari pihak-pihak yang tidak suka dengan KPK. DPR dalam hal ini bisa dipahami mengingat banyaknya rekan-rekan mereka baik di DPR maupun di DPRD yang terjerat KPK. Celakanya presiden Jokowi yang sangat diharapkan menjadi kekuatan terakhir untuk melindungi KPK justru menyetujui revisi tersebut. Jokowi terjebak pada tekanan kekuatan-kekuatan oligarki politik yang memang ingin melemahkan KPK.

Diskusi ini berlangsung menarik. Argumentasi Apriyanto Romadhan memantik kajian lebih serius khususnya menyangkut bentuk perlawananan terhadap upaya pelemahan korupsi. Demonstrasi jalanan adalah salah satu tekanan rasional yang bisa diberikan gerakan masyarakat sipil khususnya mahasiswa pada kekuasaan. Mahasiswa perlu bergerak untuk menentang tirani kekuasaan yang semakin nampak. Mahasiswa sebagai Agent of Change dan Social Control menjadi simbol perjuangan ditengah persekongkolan jahat elit-elit oligarki dan kekuasaan. Maka dengan itu, diskusi ini sepakat bahwa mahasiswa perlu melakukan gerakan perlawanan yang bisa digunakan dengan banyak cara. Demontrasi sebagai gerakan masa memang sangat perlu namun gerakan-gerakan lain juga dapat digunakan seperti menulis opini di Media masa dan elektronik, melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi dan lain-lain.

Shared: