Berdasarkan data yang ada, misalnya hasil survei Transparensi International (TI) tahun 2011, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih berada pada urutan terkorup, yakni 2,0 (hitungan menggunakan angka 0-10. Angka 0 terkorup sedangkan angka 10 bebas dari korupsi-red). Oleh karena itu, indikator keberhasilan reformasi birokrasi belum dapat dirasakan oleh publik. Kajian reformasi birokrasi masih perlu dilakukan oleh seluruh pihak, tutur doktor kebijakan ini usai mengikuti lokakarya reformasi birokrasi yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian Nasional tanggal 22 s/d 24 Oktober 2011 lalu di Bogor. Lokakarya reformasi birokrasi itu mengusung tema “Penajaman Peran dan Fungsi Badan Penelitian dan Pengembangan Dalam Rangka Reformasi Birokrasi”. Lokakarya itu mengundang, pakar-pakar kebijakan diberbagai universitas.
Menurut Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si., Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan UMM, “dalam kerangka reformasi birokrasin diperlukan Perubahan Paradigma Balitbang, diantaranya, pertama, Balitbang Kemendikbud harus mengedepankan agenda riset kebijakan (policy analysis, policy information, policy action) yang bersifat analitik, antisipatif, dan futuristik. Kedua, penguatan Balitbang memerlukan komitmen politik terkait dengan struktur organisasi, tata kerja, peningkatan kapasitas SDM, dan anggaran proposional, jelasnya, ketika diwawancar reporter prodipnews, seusai mengikuti lokakarya itu.
Harapannya, lanjut Ibu Tri, sapaan akrabnya, dengan adanya lokakarya itu lahir konsep kebijakan reformasi birokrasi yang dapat menjawab persoalan. Dan yang lebih penting, percepatan reformasi birokrasi dibutuhkan peran aktif seluruh stakeholder yang ada terutama pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga sosial politik seperti partai politik dan LSM. Bekerjasama antar sektor, langkah utama dalam mewujudkan birokrasi yang baik atau good governance yang kita kenal itu, tuturnya berharap.