Pangan menjadi hal yang sangat fundamental dalam mendukung segala aktivitas manusia. Ketersediaan pangan sangat menentukan eksistensi kehidupan manusia. Peradaban menganggap pangan terkesan remeh, namun pangan harus diakui bahwa segalanya bermulai dari pangan. Dalam nyatanya pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk pertahunnya. Dengan kata lain, Negara wajib untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kewajiban yang dimaksud disini adalah kewajiban yang mencangkup berbagai aspek, seperti halnya pada kewajiban menjamin ketersediaan pangan dan keterjangkauan bagi masyarakat dalam pemenuhan pangan. Selain itu juga, kedaulatan pangan tidak hanya disandarkan pada ketersediaan penjaminan Negara akan pangan tetapi juga menjaminnya perolehan masyarakat akan pemenuhan pangan, namun juga terkait dengan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup atau tersedia kebutuhan masyarakat akan keamanan, mutu dan bergizi seimbangnya suatu pangan serta dengan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhina pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mututanya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budayamasyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Hal ini telah didasari pada UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan yang mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Perlu juga diketahui bahwa pangan bukan saja mengenai pembicaraan isu sebuah hak asasi manusia, tetapi juga sebagai pembicaraan isu dalam sumber-sumber daya yang vital yang ternyata memiliki pengaruh kompleksitas yang tak terbantahkan. Secara simultan berbagai factor turut serta dalam menciptakan hitam putihnya situasi pangan. Satu penggerak factor dengan penuh kenicayaan mempengaruhi faktor yang lain, sehingga menciptakan konfigurasi situasi pangan yang tak sederhana digambarkan. Gangguan akan pangan dalam ketersediaan pangan akan memicu bebagai persoalan pada lingkup individual, ekonomi, social, budaya bahkan politik.
Seperti halnya dalam isu politik, peningkatan produksi sebagai tujuan utama dalam ketahanan pangan suatu bangsa, karena ketahanan pangan sendiri merupakan hal yang sangat penting dan strategis, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Maka dari itulah terlihat jelas bahwa mereka menggunakan isu pangan sebagai senjata untuk mengendalikan hingga menjatuhkan kekuasaan pemerintah. Dampak gangguan yang serius inilah akan bedampak sangat fatal bagi perkembangan dan pertumbuhan Indonesia. Bahkan yang digadang gadangkan bahwa swambada pangan bagi penduduk Indonesia sulit untuk diterapkan dengan dasar bahwa adanya sejumlah kendala. Jadi dapat di simpulkan bahwa ditinjau dari system ketahanan pangan yang digambarkan bahwa system ketahanan pangan harus dilaksanakan secara terintegrasi bersama-sama. Beberapa penyebab ketidakberhasilan program tersebut, antara lain: (1) program diversifikasi pangan masih berjalan lambat didaerah karena sangat tergantung pada kepedulian pemerintah daerah yang bersifat otonomi, (2) lemahnya pengertian masyarakat tentang diversifikasi konsumsi yang tetap dapat memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatan. Yang dimaksudkan bahwa pola pikir dan culture set sangat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Selain adanya dominasi konsumsi satu bahan pangan pokok, terdapat juga pandangan inferior terhadap bahan pangan tertentu, yaitu umbi-umbian. Disisi lain lain adanya globalisasi, peningkatan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan kelas menengah dapat mempengaruhi pola konsumsi akibat pergeseran perilaku konsumsi pangan masyarakat. Maka dari itu, system ketahanan pangan yang berdaulat dapat diwujudkan oleh pemerintah, pengusahan dan masyarakat jika didukung oleh kelembagaan ketahanan pangan yang terintegrasi antar lembaga, antar program dan antar pusat dan daerah.